Misa dlm bhs Latin? Mengapa tdk.


Misa dalam bahasa Latin
Saya mengenal tiga bahasa asing. Saya mengambil waktu untuk itu, menguras tenaga, dan jumlah uang yang keluar tidak sedikit. Frustasi tidak terhitung. Akhirnya ya rasa bangga tentunya, meskipun masih melakukan kesalahan sana sini. Tetapi suatu hari saya mulai berpikir mengapa saya bersusah payah belajar bahasa asing, lantas bahasa Gereja, yaitu Latin, sedikit pun tidak berminat. Apalagi sebagai seorang imam. Malu dan mencoba mengambil tantangan ini. Saya mulai menghafal Signum sanctae crucis, Gloria Patri, Oratio dominica, dan Salutatio angelica. Ketika saya sudah hafal, saya doa rosario dalam Latin, kecuali “Aku Percaya”.
Menarik. Lantas Misa sendiri tanpa umat, saya pakai Latin untuk Gloria, Credo, Sanctus, Agnus Dei, kecuali Kyrie eleison (Yunani). Tentunya bagian-bagian ini mudah dimengerti karena saya sudah hafal bahasa Indonesianya.
Semakin menarik. Saya ingin Misa seluruhnya dalam Latin, karena kurang lebih saya hafal bagian-bagian ordinarinya dalam bahasa Indonesia. Ketika saya mencari Missale Romanum, saya jatuh pada Missale Romanum Editio Typica 1962. Loh, bukannya sudah tidak dipakai lagi? Atau hanya dipakai oleh sekelompok orang yang dicap traditionalist. Mulailah rasa ingin tahu seputar Misa Latin ini. Ternyata ada dokumen yang namanya Summorum Pontificum dari Paus Benediktus XVI (2007).
Jika saya ingin Misa seluruhnya dalam Latin, mengapa tidak sekalian mempersembahkan Misa yang masih dikenal oleh orang tuaku? Mereka sering menceritakan bahwa saya lahir ketika ada perubahan dalam berliturgi. Lantas kakak saya lahir ketika pastor masih membelakangi umat dalam Misa. (Maksud orang tua adalah ketika umat dan imam menghadap arah yang sama.) Ibu saya masih memakai “Kurban Misa” daripada “Perayaan Ekaristi.”
Boleh semangat, tetapi bagaimana menghadapi pekerjaan yang besar ini? Saya tahu baca Latin, tapi lebih banyak tidak mengerti. Mulai  menonton video Misa Latin yang ada di U-tube. Mulai bolak-balik Missale Romanum 1962. Struktur sepertinya saya kenal, karena kurang lebih sama dengan Missale Romanum 1970.
Sementara itu, Misa Forma Ordinari berjalan dengan Doa Syukur Agung 1 yang tidak lain tidak bukan adalah Canon Missae. Sesudah merasa nyaman dengan DSA 1 dalam Latin, saatnya pindah ke Misa Forma Ekstraordinari. Tahun liturgi 2014, hari minggu advent pertama (1 Des 2013) saya rayakan Misa Forma Ekstraordinari. Memakan waktu hampir satu setengah jam. Maklum saya perlu mengingat banyak hal yang harus dibuat. Jangan sampai Misa tidak sah. Pelan-pelan terbiasa, dan Misa yang terakhir saya persembahkan, waktunya menjadi singkat, sekitar 45 menit, tanpa homili tentunya.
Bagaimana dengan doa dan bacaan yang selalu berganti tiap hari Minggu? Sebelum Misa saya baca dulu terjemahannya, sehingga ketika merayakan Misa, saya tahu apa yang saya sedang baca.
Awalnya memang masih sibuk memikirkan apa yang harus dibuat selanjutnya. Tegang dan sering berhenti sejenak berpikir untuk memastikan apa yang selanjutnya. Tetapi pelan-pelan ada bagian yang menjadi otomatis, sehingga menjadi lebih tenang. Membuat Kurba Misa dalam bentuk ekstraordinaria membantu mengarahkan perhatian kepada Tuhan. Tidak ada kecendrungan untuk mengadakan pertunjukan. Canon atau DSA sungguh menjadi doa kepada Bapa, bukan sandiwara di hadapan umat. Ketika mengucapkan “Pada malam Ia diserahkan, sebelum menderita sengsara dengan rela, Yesus mengambil roti, mengucap syukur, lalu membagi-bagi roti itu dan memberikannya kepada para murid seraya berkata: ... [dst]), DSA 2” ada kecendungan untuk melakonkan bagian ini, sampai-sampai ada imam yang memang memecahkan hosti saat konsekrasi lantas mengulurkan hosti itu ke sana ke mari seperti menawarkannya untuk diterima. Demikian juga dengan piala. Padahal ini adalah doa kepada Bapa.
Mempersembahkan Kurban Misa, baik forma ordinaria maupun extraordinaria, sebagaimana yang telah digariskan oleh rubrik, READ BLACK, DO RED, tentunya akan agung dan indah.
Sebagai imam, Kurban Misa, menjadi pusat hidupku. Melihat pengorbanan yang saya lakukan (seperti belajar bertahun-tahun), dan juga dukungan yang luar biasa dari umat (air mata dan keringat), saya menjadi sadar dan serius dengan Kurban Misa. Merayakannya dalam Latin salah satu contoh dari kesadaran dan keseriusan itu.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.