KIAMAT atau ADVENT?

(Matius 24,37-44 dan Yesaya 2,2-5)

Saya ingin bertanya, mana yang Bapak/Ibu atau Saudara/Saudari pilih: kiamat atau kedatangan Tuhan?

Apa sih perbedaannya? Kiamat itu membawa ketakutan, tetapi kedatangan Tuhan membuahkan sukacita. Saya memberikan ilustrasi untuk membedakannya. Baru-baru ini kita mendengar tentang musibah yang melanda Kamboja di mana banyak orang meninggal terinjak karena kepanikan. Orang berpikir jembatan akan runtuh sehingga orang mulai takut dan panik akhirnya banyak yang binasa dalam kesia-siaan. Begitulah kiamat yang membuat orang takut lantas binasa dalam kesia-siaan.

Lain halnya dengan kedatangan Tuhan. Kedatangan Tuhan itu ibarat menunggu kelahiran seorang anak. Tentunya mencemaskan. Tentunya merepotkan karena harus menyiapkan ini dan itu. Tetapi perasaan yang lebih kuat adalah kerinduan yang dipenuhi oleh sukacita. Bukannya kepanikan yang ada tetapi persiapan yang dilandasi oleh sukacita.

Karena agama Kristen itu adalah agama sukacita, maka kita seharusnya mengharapkan kedatangan Tuhan itu, bukan hari kiamat. Jadi sebagai orang Kristen, kita berjaga-jaga untuk kedatangan Tuhan. Meskipun demikian, banyak di antara kita melihat kedatangan Tuhan itu sebagai akhir dari segala-galanya, di mana akan terjadi mala petaka besar, kekacauan yang hebat, dan bencana alam di mana-mana. Artinya kiamat. Kehancuran segala-galanya. Kita saling menakut-nakuti dengan kiamat itu. Akhir-akhir ini, kita diserang segala macam pemberitaan seputar hari kiamat. Bahkan ada yang sudah memprediksikan tahun 2012. Entah kapan pun terjadi, hari kiamat itu digambarkan sebagai hari kehancuran segala-galanya. Segala-galanya akan dimusnahkan.

Iman kita tidak mengajarkan demikian. Yesus berkata kepada kita berkali-kali: Jangan takut. Bersukacitalah dalam segala hal. Kedatangan Tuhan itu bukanlah sesuatu yang menakutkan. Tetapi seharusnya menjadi sumber sukacita kita. Mengapa? Karena ketika Tuhan datang, ia tidak menghancurkan apapun, tetapi Ia datang untuk menyembuhkan, menumbuhkan, dan menyempurnakan segala-galanya.

Setiap kali kita merayakan Ekaristi, kita menyatakan misteri iman kita: Wafat Kristus kita maklumkan, kebangkitanNya kita muliakan dan kedatanganNya kita rindukan. Tidak dikatakan kedatanganNya membuat kita takut.

Bapak Ibu Saudara Saudari, jangan panik dan takut akan segala macam berita tentang kiamat yang sudah dekat, tetapi mari kita merindukan dan mempersiapkan diri dengan sukacita akan kedatangan Tuhan. Amin. Semoga.

Rajamu siapa?

(Lukas 23,35-43; 2Sam 5,1-3)
Pada hari ini kita ditawarkan dua macam raja, satu yang kita dengarkan dari bacaan pertama dan yang satunya lagi dari bacaan Injil. Mereka berbeda satu sama lain. Yang satu dari dunia dan yang lain dari surga. Kita tentu mengenal raja Daud – raja yang dikisahkan dalam bacaan pertama tadi. Siapa yang tidak mengenal dia. Dia adalah raja yang hebat, perkasa, tidak hanya mampu membunuh hewan buas tetapi juga mampu mengalahkan Goliat. Dia membawa bangsa Israel pada kemenangan yang gilang gemilang melawan bangsa-bangsa lain. Dia membebaskan bangsa Israel dari serangan musuh. Dan lain sebagainya. Raja seperti inilah, bahkan lebih dari ini, yang ditawarkan oleh dunia.

Yang satu ini, seperti yang kita dengarkan dalam bacaan Injil, meskipun datangnya jauh-jauh dari surga, saya kira tidak akan menang bahkan tidak mendapatkan satu suara pun – katakanlah – dalam pemilihan ketua RT/RW apalagi pemilihan untuk pemerintahan yang lebih tinggi. Mengapa?

Inilah alasannya: Yesus yang katanya adalah raja, mesias, putra Allah itu tidak mampu melakukan apa-apa. Sekiranya ia bisa apa-apa, sekurang-kurangnya bisa melarikan diri saat hendak dihukum mati, ia tidak perlu mati konyol di kayu salib. Siapa yang mau memilih orang seperti itu untuk menjadi pemimpin mereka? Tidak mengherankan jika tidak ada satu pun pengikutnya yang berada di bawah salib. Mereka melarikan diri, takut dan malu. Yang hanya ada di situ adalah orang-orang yang mengejek dia: “Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diriNya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah.” Atau “Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diriMu.” Termasuk penjahat yang di sampingnya: “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diriMu dan kami!” Tidak terjadi apa-apa.

Meskipun demikian kita berani memilih Yesus Kristus dan kita berani disebut Kristen, pengikut-pengikut Kristus. Sebuah pilihan yang gila, tidak masuk akal, yang akan menuai pula berbagai macam ejekan. Yesus saja diejek, apalagi yang mengikutinya. Sekarang bagaimana kita sebagai pengikut-pengikut Yesus Kristus mempertanggungjawabkan pilihan kita itu?

Yesus yang adalah Putra Bapa, Mesias, Raja dari Surga, mengambil jalan lain untuk membantu manusia, membebaskan manusia dan menyelamatkan manusia. Ia masuk dalam kehidupan manusia yang paling mendasar, yaitu bahwa manusia itu sesungguhnya lemah, rapuh, berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu. Tuhan ikut merasakan apa yang manusia rasakan. Tuhan ikut menderita dalam penderitaan manusia. Tuhan ikut merasakan kesedihan dan kesepian manusia bahkan ikut mengalami kegelapan dalam kuburan. Semuanya ini Ia lakukan supaya martabat kita sebagai manusia tetap utuh.

Mungkin kita mengenal Joseph Estrada, mantan presiden Pilipina. Ia tidak memiliki ijasa perguruan tinggi, bahasa Inggrisnya kacau balau, pokoknya dia tidak punya otak untuk menjadi presiden. Tetapi salah satu hal yang membuatnya ia menang dalam pemilihan adalah suara dari rakyat kecil dan miskin. Selama kampanye, ia pergi ke daerah-daerah kumuh, ke pinggir-pinggir jalan kereta dan sungai untuk makan bersama dengan rakyat kecil dan miskin itu. Dan itu membuat mereka senang, karena mereka melihat bahwa Joseph Estrada itu adalah salah seorang dari mereka. Ia memberikan kesan bahwa ia mengerti penderitaan orang-orang miskin. Sayangnya ia hanya lakukan untuk mendapatkan suara dari orang-orang miskin, dan setelah berada di kursi kekuasaan lupa dan mulai korupsi sana-sini. Hal yang sama dilakukan oleh presiden kita SBY ketika di Yogyakarta untuk penanggulangan bencana alam, di televisi ia diperlihatkan sebagai seseorang yang peduli dengan korban bencana alam. Ia ikut makan makanan yang disajikan untuk pengungsi. Dan ini membuat orang-orang sederhana senang karena melihat presiden mereka ternyata ikut ambil bagian dalam penderitaan mereka. Selanjutnya kita tidak perlu memberikan komentar.

Jadi salah satu alasan yang mendasar mengapa kita tidak perlu malu tetapi bangga memiliki Yesus sebagai Mesias, Tuhan dan Raja adalah bahwa Ia mengerti dan ikut ambil bagian dalam hidup kita, terutama dalam penderitaan dan kematian kita. Tuhan tidak membiarkan kita. Ia tidak melupakan kita. Kita tidak sendirian menanggung hidup yang jatuh bangun ini.

Saya tutup homili ini dengan doa: Yesus kami sering kali malu mengakuimu di depan dunia, padahal Engkau selalu menyertai kami dalam hidup kami, terutama ketika kami mengalami kesepian, kesulitan, sakit, penderitaan bahkan kematian. Tuhan, buatlah kami menjadi orang-orang Kristen yang bangga akan Dikau. Amin.