Doa Teratur Membuat Hidup Teratur
Keteraturan? Banyak orang berpikir bahwa hidup yang teratur itu membosankan dan sulit. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk hidup teratur membutuhkan disiplin terutama ketika mulai belajar hidup teratur. Selanjutnya ketika hidup sudah mulai teratur, hidup menjadi otomatis tanpa ada perasaan berat untuk menjalankan keteraturan itu. Salah satu sarana untuk membuat hidup teratur adalah dengan berdoa secara teratur. Berdoa pada jam yang sama akan membantu kita mengatur kegiatan kita sepanjang hari. Keteraturan dalam doa akan mempengaruhi hidup kita.
Jika kita memutuskan untuk berdoa setiap pagi jam 5 maka dengan sendirinya kita akan memikirkan jam berapa kita akan bangun. Kalau kita mau berdoa jam 5 tentunya kita akan berusaha bangun sebelum jam 5. Lebih jauh lagi, jika kita hendak bangun sebelum jam 5, kita juga akan memikirkan jam berapa kita harus pergi tidur pada malam sebelumnya supaya kita mempunyai waktu yang cukup untuk tidur dan dengan demikian kita bangun dengan segar. Dari pengalaman saya, untuk dapat bangun jam 5, saya sudah harus pergi tidur sebelum jam 11.
Mungkin kita buru-buru di pagi hari, jadi kita memutuskan berdoa setiap malam sebelum pergi tidur. Ini juga akan mempengaruhi cara kita mengatur kegiatan kita. Kita akan menghentikan kegiatan kita sebelum kita mengantuk sekali, supaya masih ada tenaga untuk berdoa. Atau lebih aman lagi, kita menentukan jam berapa kita akan berdoa di malam hari, misalnya jam 10. Jadi ketika jam 10 malam mendekat, kita akan menghentikan kegiatan kita untuk berdoa, lantas entah melanjutkan kegiatan yang kita hentikan sejenak atau kita langsung pergi tidur.
Gereja Katolik meminta kita untuk berdoa beberapa kali dalam satu hari. Tentunya pagi dan malam, ditambahkan pada tengah hari dan jam 6 sore yaitu mendoakan doa angelus (doa malaikat). Jika kita mulai mendisiplinkan diri dengan pelan-pelan berdoa secara teratur, tanpa kita sadari hidup kita menjadi teratur. Jadi doa yang teratur adalah kerangka utama dari hari kita. Kita dibantu untuk menghentikan kegiatan yang telah berlangsung lama. Ini semacam istirahat. Bayangkan kita bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Kita berjanji setiap tengah hari kita mendoakan doa angelus (3 kali Salam Maria), kita akan berhenti mengambil waktu sedikit untuk berdoa. Ini juga memberikan kita keyakinan bahwa apa yang ada di dunia ini relatif, sekunder. Ada hal yang lebih utama yaitu Tuhan, keselamatan kita.
Sebagai pemula, kita berangkat dari yang sederhana. Kita cukup memutuskan satu waktu tertentu berdoa: entah itu pagi hari, tengah hari (angelus), atau malam hari. Setelah berlangsung dengan teratur dan kita mulai merasa bahwa berdoa satu kali sehari tidak cukup, kita mulai tambahkan waktu yang lain. Akhirnya kita bisa menjalankan apa yang Tuhan kehendaki dari kita lewat ajaran Gereja-Nya.
Pemazmur mengatakan: Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau (Mzm 119,164). Kita mulai dengan sekali dalam sehari, akhirnya suatu saat sebelum meninggal kita akan berdoa tujuh kali dalam sehari: 1]pagi saat bangun, 2]sebelum pergi tidur, 3] tengah hari (angelus), 4] jam 6 sore (angelus), 5] doa sebelum dan sesudah sarapan, 6]doa sebelum dan sesudah makan siang, dan 7] doa sebelum dan sesudah makan malam. Lebih jauh lagi, untuk doa pagi dan doa malam ada baiknya kita mengambil 1 mazmur. Mazmur adalah doa Yesus dan Gereja sepanjang masa. Jadi dengan mendoakan mazmur setiap hari kita ikut bersama dengan Gereja mendoakan doa Yesus. Satu catatan: ada mazmur yang panjang sekali misalnya mazmur 119 yang bisa dipenggal untuk beberapa hari.
Secara konkritnya untuk doa pagi dan doa malam, kita mulai dengan tanda salib, kemudian 1 mazmur yang diakhiri dengan doa ‘Kemuliaan’. Lantas intensi pribadi yang ditutup dengan doa ‘Bapa Kami’ dan ‘Salam Maria’ dan tanda salib. Jika dilakukan bersama dengan anggota keluarga, orang tua terutama si bapak memberkati anak-anaknya dengan memberi tanda salib pada dahi mereka. Yang penting melakukannya dengan pelan-pelan tapi teratur akhirnya sebelum meninggal kita boleh bersama pemazmur mengatakan kepada Tuhan: Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau.
Kembali kepada pernyataan: hidup teratur membosankan. Apakah sungguh membosankan? Secara singkat, saya memberikan beberapa manfaat dari hidup teratur:
1.       Keteraturan membuat hidup lebih mudah. Kita tidak akan selalu memikirkan apa yang hendak kita lakukan setiap hari. Kalau kita pergi tidur jam 11 setiap malam, kita akan mudah bangun jam 5 pagi. Jika kita menempatkan barang secara teratur, kita akan mudah mendapatkannya jika kita membutuhkannya. Hidup yang teratur membuat hidup lebih otomatis dan tidak perlu memikirkannya lagi.
2.       Hidup teratur membuat perasaan aman dan nyaman. Kalau ada keteraturan, perasaan kita aman dan nyaman. Bayangkan kalau di jalan raya tidak ada keteraturan, pastilah kita tidak aman. Atau pemasukan uang tidak teratur, tentunya selalu dilanda kekuatiran. Kalau kita tidak teratur bangun dan tidur, badan kita akan terganggu.
3.       Keteraturan membuat hidup lebih indah dan bermakna. Jika hidup kita teratur, akan selalu ada perasaan bahwa kita telah memenuhi tugas kita, ada kepuasaan bahwa kita telah mencapai apa yang kita inginkan. Musik ada karena adanya keteraturan nada. Lukisan yang indah karena memenuhi kriteria tertentu.
4.       Keteraturan membuat hidup lebih sehat. Hanya dengan makan, tidur, olahraga teratur, kita bisa hidup sehat.
5.       Keteraturan membuat hidup lebih bebas. Keteraturan tidak membuat hidup kita terkurung dalam waktu. Justru membebaskan kita karena keteraturan membantu kita menghemat waktu dan energi sehingga kita bisa memikirkan dan melakukan kegiatan yang lebih besar lagi. Keteraturan membuat kita melihat semua kegiatan dalam proporsi yang benar dan berimbang. Kita dibebaskan dari perbudakan pekerjaan atau kegiatan lain misalnya menonton TV, chatting dan updating FB. Kita akan mempunyai kekuatan untuk mengontrol diri. Inilah kebebasan sejati. TV dan Facebook bukanlah segala-galanya, tetapi Tuhan.


Benediktus XVI: mendekatkan diri kepada Tuhan
Paus Benediktus XVI pada tanggal 28 Februari 2013 secara simbolis mengatakan kepada dunia: Tuhan-lah segala-galanya. Itulah kotbah hidup dari beliau yang akan selalu dikenang. Ia mengajak dunia yang bergejolak dengan banyak permasalahan dan kejahatan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Pengunduran dirinya membuat saya sedih. Tetapi yang membuat saya lebih sedih lagi adalah komentar negatif, tuduhan, dan caci maki yang beliau terima dari berbagai macam pihak mulai dari kardinal sampai pada pelacur. Sebagai seorang imam, apakah yang saya bisa katakan? Tentunya tidak akan ikut menambah panasnya diskusi tentang kemungkinan Paus Benediktus XVI mengundurkan diri karena masalah rumit seperti pencurian dokumen rahasia (Vatikanleak), krisis keuangan yang melanda Vatikan, kasus pedofil yang melibatkan sejumlah imam. Biarlah alasan kesehatan dan usia itu sudah cukup bagiku. Saya belajar menerima apa yang dikatakan sendiri oleh orang yang bersangkutan dari pada opini orang lain tentang orang tersebut.
Dalam Gereja dan dunia yang penuh dengan persoalan, Paus Benediktus XVI menawarkan alternatif yang tentunya membuat sebagian dari kita senyum sinis. Berdoa, berdoa dan berdoa. Itulah yang ia tawarkan. Ia tidak hanya mengajarkan tetapi ia melakukannya. Tentunya ia menyadari bahwa ia akan dicaci maki sebagai pengecut, dituduh melarikan diri dari salib, tetapi ia yakin bahwa hanya dengan mendekatkan diri kepada Bapa, Gereja dan dunia lepas dari persoalan. Ia tidak hanya meminta orang lain untuk mendoakan Gereja dan dunia, tetapi ia sendiri melakukannya. Secara simbolis ia turun dari tahta Petrus dan pergi bersujud di hadapan Tuhan.
Merenungkan jatuh bangunnya hidup saya sebagai imam, apa yang Bapa Suci Paus Benediktus XVI pesankan itu sungguh bermakna. Saya tidak lepas dari kenakalan, kesalahan, kejahatan dan dosa. Saya melihat ketika saya setia dalam hidup doa, saya mudah mengakui dan mohon ampun atas kejahatan dan dosa saya, mudah meminta maaf atas kenakalan dan kesalahan saya. Dan ketika semakin setia berdoa, perubahan terjadi dengan sendirinya. Dalam doa, saya sungguh berharap Bapa akan memberikan yang terbaik. Dalam doa, saya bergantung pada belas kasih Tuhan. Seandainya pentingnya doa itu sebatas wacana saja, mungkin hari ini saya bukan imam lagi.
Para imam saudaraku, mari kita mengikuti jejak Benediktus XVI untuk semakin setia dalam doa, semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Gereja telah memberikan sarana dan meminta kita setia melakukannya: 1] mendoakan Ibadat Harian, 2] merayakan Ekaristi setiap hari, dan 3] teratur mengaku dosa.
Saya percaya dengan doa-doa Benediktus XVI, keadaan Gereja dan dunia akan membaik. Dengan doa, kita tidak mengandakan kekuatan kita sendiri, tetapi bergantung pada belas kasih Bapa.