Jangan berdosa terhadap imam !
Judul di atas juga berlaku bagi saya
sebagai imam, dengan demikian judul itu menjadi “jangan berdosa terhadap sesama
imam.” Permenungan ini berangkat dari keprihatinan dan kritik terhadap imam yang
saya baca di Facebook (FB). Saya minta maaf karena 1) mengutip tanpa ijin, 2) saya
tidak akan menyebutkan nama, dan 3) kemungkinan saya bahasakan ulang.
Kita mulai dengan satu keprihatinan yang
tertulis di FB:
[Atas nama “mencintai Gereja Katolik”, orang
menulis dan berkomentar] semakin lama semakin "sangar", semakin tidak
tau sopan santun dan semakin beringas dalam mengkritik imam...
Hanya “mengkritik imam” saja, kita sudah
harus berhati-hati. Apalagi kalau itu dilakukan dengan tidak sopan. Kata-kata
lain yang senada adalah menggosipkan,
mengejek, menegur, marah, jengkel. Ini memberi kesan bahwa imam itu untouchable (tidak bisa disentuh) dalam
arti tidak boleh ditegur, diingatkan,
atau dikritik.
Sekarang ini saya yang adalah imam semakin
sadar bahwa saya tidak mempunyai hak dan kewajiban menegur dan mengkritik
sesama imam, termasuk yang muda. Saya sedapat mungkin tidak menjelek-jelekan
sesama imam. Lantas bagaimana kita yang awam? Hal yang sama. Para imam
mempunyai pimpinan (superior) dan/atau uskup yang mempunyai hak dan kewajiban untuk
menegur dan mendisiplinkan mereka.
Jika demikian, kita diam saja, ketika kita
melihat ada imam yang nyata-nyata hidup moralnya bertentangan dengan kemurnian,
gaya hidupnya bertentangan dengan nasehat injili, kurang pintar, menjengkelkan
karena suka marah-marah dan cepat emosi, cara berpakaiannya tidak layak, cara
berliturgi sembarangan, atau kotor dan bau. Betul, DIAM, itulah cara yang tepat.
MENGAPA KITA HARUS DIAM? Begini, orang
sakit itu ada ahlinya. Kalau kita bukan dokter, jangan mengambil inisiatif
untuk memberi nasehat apalagi memberi obat kepada yang sakit. Demikin juga
dengan para imam, mereka mempunyai pendamping dan pemimpin yang bertanggung
jawab.
MENGAPA KITA HARUS DIAM? Para imam adalah
orang yang diurapi oleh Tuhan. Apakah kita tidak ada perasaan takut sedikitpun
terhadap mereka? Mungkin kita berkomentar: mereka juga manusia, kita mempunyai
derajat yang sama di hadapan Tuhan. Tunggu dulu. Kita tidak mempunyai derajat
yang sama di hadapan Tuhan. Jika kita mengatakan bahwa awam dan imam mempunyai
derajat yang sama di hadapan Tuhan, kita mengambil pemahaman dunia tentang
hubungan antar manusia. Dunia berusaha supaya setiap orang mempunyai hak dan
kewajiban yang sama, derajat yang sama, sama di hadapan hukum. (Catatan
sampingan: tetapi apa yang dunia inginkan ini adalah ilusi.) Jangan kita pernah
berpikir bahwa kita mempunyai martabat yang sama dengan imam di hadapan Tuhan.
Apakah kita (awam) akan sanggup menerima pertanggungjawaban (hukuman) dari
Tuhan yang berat yang dibebankan kepada imam?
MENGAPA KITA HARUS DIAM? Ada banyak hal
yang kita tidak tahu tentang imam yang dalam kesulitan dan bermasalah. Saya
menangis terharu ketika seorang mengatakan hal seperti ini: “saya doakan,
Pastor.” Atau “apakah ada yang saya bisa bantu, Romo.” Atau “saya novena/puasa
untuk Romo.” Atau “saya mengerti, Pastor.”
Kita tahu para imam itu tidak luput dari
kelemahan, keterbatasan, kesalahan, dan dosa. Bahkan ada di antara mereka
adalah pendosa berat. Tetapi apakah ini menjadi urusan kita? Kita perlu ingat
Tuhan itu memilih mereka, bukan karena kebaikan dan kejahatan mereka, tetapi
karena belas kasih Tuhan semata-mata. Jika kita menerima ini, kehadiran imam
dalam hidup kita sungguh menjadi berkat bagi kita. Jangan sampai kita menolak
kerahiman Tuhan, karena kita memfokuskan perhatian kita pada kelemahan dan dosa
para imam. Itulah sebabnya Gereja mengajarkan bahwa Kurban Misa dan absolusi
atas dosa-dosa kita tetap valid/sah meskipun imamnya dalam keadaan dosa berat.
Kita ke hal yang lebih konkrit. Ada yang
mengutip St. Yohanes Krisostom demikian:
Jalan menuju neraka ditaburi dengan tengkorak para
Imam yang error, dengan uskup sebagai pos tanda mereka.
Kemudian ada yang
menanggapi demikian (saya biarkan sebagaimana tertulis);
krn
imam skrg lebih loyal pada umat yg milioner imam matre katax datang utk
melayani bkn di layani,,,minta buat misa di umat yg sederhana bx alasan. maklum
intensi misax kecil. dosa imamx besar,,,jadi imam ko koruptor ?? nga usa bohong
lah realita im skrg bukan menumbuhkan iman umat tapi memumbuhkan ekonomi diri.
mati maux masuk surga
Meskipun ada yang benar dalam pernyataan
seperti itu, tetapi apakah dalam hati yang menulisnya tidak ada sedikit pun
ketakutan bahwa ia jatuh dalam dosa saat menulis hal seperti itu.
Sekurang-kurangnya ia bertanya: apakah uang saya yang dikorupsi? Berapakah yang
telah saya berikan kepada imam itu? Apakah saya bersih dari dosa materialisme?
Setiap kali saya mendengar imam jatuh dalam
dosa, kesalahan, atau kejahatan, saya memeriksa batin.
Bagaimana dengan ini?
Dkota
sy sendiri ada uskup yg mempunyai anak yg sdh dewasa,pastor yg tak sengaja sy
temukan sdg berciuman dgn biarawati …
Dan yang ini?
saya
adalah salah satu umat paroki… pastor tsb memang terkenal emosian n kadang2 tdk
segan melampiaskan emosinya pd saat misa. … mungkin beliau sdh pernah ditegur
oleh pastor paroki … tetapi beliau sptnya tdk begitu mempedulikan teguran tsb,
kami sebagian umat sangat prihatin thd sikap beliau ….
Rasa malu, kesedihan, kemarahan,
keprihatinan kita mempunyai alasan yang kuat. Tetapi tidak adakah sedikit rasa
takut akan berdosa dalam diri kita ketika kita mulai menimbang-menimbang
permasalahan yang dimiliki oleh uskup, imam dan biarawati itu? Yang menjadi
ketakutan saya adalah bagaimana kalau uskup dan imam itu telah bertobat, telah
mengaku dosa atas dosa-dosa yang dibuatnya itu? Jika saya menghakimi dan
menggunakan cerita seperti itu untuk melawan para imam bahkan uskup, dosa
mereka akan jatuh ke saya. Jadi lebih baik DIAM dan BERDOA. Jangan pernah mengangkat telujuk apalagi
kepalan tangan terhadap mereka yang diurapi Tuhan.
Kadangkala kita mengambil permasalah yang
ekstrim dan jarang sebagai dasar atas hak dan kewajiban kita untuk menegur atau
dalam bahasa halusnya mengingatkan para imam. Contoh kasus yang ekstrim itu
adalah pedofil dan pembunuhan. Gereja sudah mempunyai sarana untuk menangani
kasus-kasus seperti itu. Kita perlu mawas diri terhadap pemberitaan yang
berlebihan dan kadangkala tidak adil tentang kejahatan yang dilakukan oleh para
imam. Ada ideologi di balik itu. Dunia ingin mendesekralisasi imam. Dunia ingin
Gereja mengubah ajaran moralnya.
Saya pernah menulis kurang lebih demikian
di FB: jika kita ingin imam panutan dalam hidup moral, kita akan kecewa. Jika
kita ingin imam berhomili seperti motivator, kita akan kecewa. Jika kita imam
tahu sopan santun, kita akan kecewa. Jika kita ingin imam pandai bergaul, kita
akan kecewa. Tetapi jika kita melihat dalam diri imam, kelemahan dan kerapuhan
kita sendiri, kita akan bersyukur mempunyai imam yang sudi berdiri di hadapan
Tuhan memohon belas kasih-Nya untuk kita.
Kebahagiaan seorang Katolik: mempunyai imam
yang bergulat dalam dosa dan pertobatan, sehingga ketika saya datang mengaku
dosa kepadanya, ia sungguh mengerti saya. Yang penting saya diberkati oleh yang
diurapi Tuhan, yang penting saya dapat absolusi atas dosa-dosa saya dari yang
diurapi Tuhan, yang penting saya menerima Tubuh Kristus dari yang diurapi
Tuhan, itu sudah lebih dari cukup. Mengapa saya menyusahkan diri memikirkan
dosa-dosanya? Itu urusan dia, itu urusan uskup atau pemimpinnya, itu urusan
pembimbing rohaninya, dan itu urusan Tuhan.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.