Sabar, akan sampai juga!
 Matius 11,2-11, Yesaya 35,1-6a.10 dan Yakobus 5,7-10

Sebuah ilustrasi: Jalan ke surga itu begitu sempit, jadi tidak bisa saling mendahului. Ada seorang muda mulai kesal dan selalu melihat ke jam tangannya, karena di depannya ada seorang nenek tua yang jalannya lambaaaat sekali. Tiba-tiba nenek itu balik dan bertanya: kamu mau ke surga juga ya? Dengan kesal orang muda itu jawab: Ia dong. Lantas si nenek balik lagi: Oh kalau begitu kamu salah jalan. Ini jalan ke surga. Jalan ke nereka itu di bawah sana. Meloncat saja ke bawah. ‘Dasar nenek tuli,’ orang mudah mengeluh. ‘Eh orang muda saya itu tidak tuli. Saya cuman bercanda. Habis mukamu cemberut tidak sabaran. Sayangkan punya wajah tampan gituan tapi kelihatan tidak berahmat. Orang muda itu tersipu-sipu karena dibilang ganteng. Si nenek itu mulai bercerita lucu. Mereka tertawa terbahak-bahak. Si orang muda itu pun tak ketinggalan mengeluarkan ceritanya yang perlu banyak perlu disensor. Tidak terasa mereka sampai di surga. Si nenek itu berkata: Anak muda kita sudah sampai. Untung kamu sabar, kalau kamu berlari dan buru-buru, kamu akan jatuh ke bawah sana. Si nenek itu adalah Tuhan sendiri

Kesabaran dalam dunia modern menjadi sesuatu yang langka. Yang menjadi tolak ukur adalah kecepatan. Semakin cepat semakin baik. Karena ingin cepat, kita buru-buru, tidak sabar akhirnya kehilangan hal-hal yang penting dalam hidup kita. Orang ingin sampai di tujuan dengan cepat, biar lampu masih merah, sudah melaju dengan cepat. Tidak jarang terjadi kecelakaan di mana orang tidak hanya kehilangan satu detik tetapi juga seluruh hidupnya.

Begitu juga ketika kita menghadapi persoalan hidup yang begitu banyak baik itu penyakit, kemalangan, penderitaan, kemiskinan, malapetaka, bencana alam, atau pun peperangan. Kita ingin Tuhan menyelesaikan semuanya itu dengan cepat. Kesabaran kita sudah habis. Akhirnya kita berteriak: Tuhan tunjukkanlah kuasamu! Makin cepat makin baik.

Tuhan punya cara sendiri dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi manusia. Dan cara Tuhan itu pada intinya adalah kesabaran.

Kesabaran itu bukan pertama-tama sesuatu yang dibebankan kepada manusia, tetapi sesuatu yang Tuhan sendiri lakukan kepada kita. Tuhan menunjukkan kesabarannya dengan menjadi seorang manusia. Tuhan sabar menjalani hidup manusia mulai dari lahir sampai mati. Dengan demikian Tuhan ikut merasakan suka duka manusia. Ia mengerti pergulatan manusia. Karena Tuhan begitu mengerti manusia, Ia sabar terhadap keterbatasan manusia, terhadap kelalaian manusia, terhadap kelambatan kita mengerti, terhadap keras kepala kita dan terhadap dosa-dosa manusia. Sekiranya Tuhan itu tidak sabar, menginginkan segalanya cepat, maka hancurlah kita. Kita perlu ingat kecepatan tinggi itu berbahaya.

Mari kita melanjutkan Perayaan Ekaristi ini dengan mengucap syukur dan bersuka cita atas kesabaran Tuhan yang begitu besar kepada kita. Amin.
KIAMAT atau ADVENT?

(Matius 24,37-44 dan Yesaya 2,2-5)

Saya ingin bertanya, mana yang Bapak/Ibu atau Saudara/Saudari pilih: kiamat atau kedatangan Tuhan?

Apa sih perbedaannya? Kiamat itu membawa ketakutan, tetapi kedatangan Tuhan membuahkan sukacita. Saya memberikan ilustrasi untuk membedakannya. Baru-baru ini kita mendengar tentang musibah yang melanda Kamboja di mana banyak orang meninggal terinjak karena kepanikan. Orang berpikir jembatan akan runtuh sehingga orang mulai takut dan panik akhirnya banyak yang binasa dalam kesia-siaan. Begitulah kiamat yang membuat orang takut lantas binasa dalam kesia-siaan.

Lain halnya dengan kedatangan Tuhan. Kedatangan Tuhan itu ibarat menunggu kelahiran seorang anak. Tentunya mencemaskan. Tentunya merepotkan karena harus menyiapkan ini dan itu. Tetapi perasaan yang lebih kuat adalah kerinduan yang dipenuhi oleh sukacita. Bukannya kepanikan yang ada tetapi persiapan yang dilandasi oleh sukacita.

Karena agama Kristen itu adalah agama sukacita, maka kita seharusnya mengharapkan kedatangan Tuhan itu, bukan hari kiamat. Jadi sebagai orang Kristen, kita berjaga-jaga untuk kedatangan Tuhan. Meskipun demikian, banyak di antara kita melihat kedatangan Tuhan itu sebagai akhir dari segala-galanya, di mana akan terjadi mala petaka besar, kekacauan yang hebat, dan bencana alam di mana-mana. Artinya kiamat. Kehancuran segala-galanya. Kita saling menakut-nakuti dengan kiamat itu. Akhir-akhir ini, kita diserang segala macam pemberitaan seputar hari kiamat. Bahkan ada yang sudah memprediksikan tahun 2012. Entah kapan pun terjadi, hari kiamat itu digambarkan sebagai hari kehancuran segala-galanya. Segala-galanya akan dimusnahkan.

Iman kita tidak mengajarkan demikian. Yesus berkata kepada kita berkali-kali: Jangan takut. Bersukacitalah dalam segala hal. Kedatangan Tuhan itu bukanlah sesuatu yang menakutkan. Tetapi seharusnya menjadi sumber sukacita kita. Mengapa? Karena ketika Tuhan datang, ia tidak menghancurkan apapun, tetapi Ia datang untuk menyembuhkan, menumbuhkan, dan menyempurnakan segala-galanya.

Setiap kali kita merayakan Ekaristi, kita menyatakan misteri iman kita: Wafat Kristus kita maklumkan, kebangkitanNya kita muliakan dan kedatanganNya kita rindukan. Tidak dikatakan kedatanganNya membuat kita takut.

Bapak Ibu Saudara Saudari, jangan panik dan takut akan segala macam berita tentang kiamat yang sudah dekat, tetapi mari kita merindukan dan mempersiapkan diri dengan sukacita akan kedatangan Tuhan. Amin. Semoga.

Rajamu siapa?

(Lukas 23,35-43; 2Sam 5,1-3)
Pada hari ini kita ditawarkan dua macam raja, satu yang kita dengarkan dari bacaan pertama dan yang satunya lagi dari bacaan Injil. Mereka berbeda satu sama lain. Yang satu dari dunia dan yang lain dari surga. Kita tentu mengenal raja Daud – raja yang dikisahkan dalam bacaan pertama tadi. Siapa yang tidak mengenal dia. Dia adalah raja yang hebat, perkasa, tidak hanya mampu membunuh hewan buas tetapi juga mampu mengalahkan Goliat. Dia membawa bangsa Israel pada kemenangan yang gilang gemilang melawan bangsa-bangsa lain. Dia membebaskan bangsa Israel dari serangan musuh. Dan lain sebagainya. Raja seperti inilah, bahkan lebih dari ini, yang ditawarkan oleh dunia.

Yang satu ini, seperti yang kita dengarkan dalam bacaan Injil, meskipun datangnya jauh-jauh dari surga, saya kira tidak akan menang bahkan tidak mendapatkan satu suara pun – katakanlah – dalam pemilihan ketua RT/RW apalagi pemilihan untuk pemerintahan yang lebih tinggi. Mengapa?

Inilah alasannya: Yesus yang katanya adalah raja, mesias, putra Allah itu tidak mampu melakukan apa-apa. Sekiranya ia bisa apa-apa, sekurang-kurangnya bisa melarikan diri saat hendak dihukum mati, ia tidak perlu mati konyol di kayu salib. Siapa yang mau memilih orang seperti itu untuk menjadi pemimpin mereka? Tidak mengherankan jika tidak ada satu pun pengikutnya yang berada di bawah salib. Mereka melarikan diri, takut dan malu. Yang hanya ada di situ adalah orang-orang yang mengejek dia: “Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diriNya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah.” Atau “Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diriMu.” Termasuk penjahat yang di sampingnya: “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diriMu dan kami!” Tidak terjadi apa-apa.

Meskipun demikian kita berani memilih Yesus Kristus dan kita berani disebut Kristen, pengikut-pengikut Kristus. Sebuah pilihan yang gila, tidak masuk akal, yang akan menuai pula berbagai macam ejekan. Yesus saja diejek, apalagi yang mengikutinya. Sekarang bagaimana kita sebagai pengikut-pengikut Yesus Kristus mempertanggungjawabkan pilihan kita itu?

Yesus yang adalah Putra Bapa, Mesias, Raja dari Surga, mengambil jalan lain untuk membantu manusia, membebaskan manusia dan menyelamatkan manusia. Ia masuk dalam kehidupan manusia yang paling mendasar, yaitu bahwa manusia itu sesungguhnya lemah, rapuh, berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu. Tuhan ikut merasakan apa yang manusia rasakan. Tuhan ikut menderita dalam penderitaan manusia. Tuhan ikut merasakan kesedihan dan kesepian manusia bahkan ikut mengalami kegelapan dalam kuburan. Semuanya ini Ia lakukan supaya martabat kita sebagai manusia tetap utuh.

Mungkin kita mengenal Joseph Estrada, mantan presiden Pilipina. Ia tidak memiliki ijasa perguruan tinggi, bahasa Inggrisnya kacau balau, pokoknya dia tidak punya otak untuk menjadi presiden. Tetapi salah satu hal yang membuatnya ia menang dalam pemilihan adalah suara dari rakyat kecil dan miskin. Selama kampanye, ia pergi ke daerah-daerah kumuh, ke pinggir-pinggir jalan kereta dan sungai untuk makan bersama dengan rakyat kecil dan miskin itu. Dan itu membuat mereka senang, karena mereka melihat bahwa Joseph Estrada itu adalah salah seorang dari mereka. Ia memberikan kesan bahwa ia mengerti penderitaan orang-orang miskin. Sayangnya ia hanya lakukan untuk mendapatkan suara dari orang-orang miskin, dan setelah berada di kursi kekuasaan lupa dan mulai korupsi sana-sini. Hal yang sama dilakukan oleh presiden kita SBY ketika di Yogyakarta untuk penanggulangan bencana alam, di televisi ia diperlihatkan sebagai seseorang yang peduli dengan korban bencana alam. Ia ikut makan makanan yang disajikan untuk pengungsi. Dan ini membuat orang-orang sederhana senang karena melihat presiden mereka ternyata ikut ambil bagian dalam penderitaan mereka. Selanjutnya kita tidak perlu memberikan komentar.

Jadi salah satu alasan yang mendasar mengapa kita tidak perlu malu tetapi bangga memiliki Yesus sebagai Mesias, Tuhan dan Raja adalah bahwa Ia mengerti dan ikut ambil bagian dalam hidup kita, terutama dalam penderitaan dan kematian kita. Tuhan tidak membiarkan kita. Ia tidak melupakan kita. Kita tidak sendirian menanggung hidup yang jatuh bangun ini.

Saya tutup homili ini dengan doa: Yesus kami sering kali malu mengakuimu di depan dunia, padahal Engkau selalu menyertai kami dalam hidup kami, terutama ketika kami mengalami kesepian, kesulitan, sakit, penderitaan bahkan kematian. Tuhan, buatlah kami menjadi orang-orang Kristen yang bangga akan Dikau. Amin.

Doa akan menyucikanmu

Lukas 18,1-8
-berdoa dengan tidak jemu-jemu-

Sudah banyak buku tentang doa. Tinggal pilih sesuai dengan selerah rumusan-rumusan doa dan cara-cara atau teknik berdoa yang tersedia berkelimpahan. Namun satu hal yang terpenting kita jangan bosan berdoa.

Berdoalah dan berpikirlah apa saja, maka doa itu akan menyucikan pikiranmu.
Berdoalah dan katakanlah apa saja, maka doa itu akan menyucikan perkataanmu.
Berdoalah dan berbuatlah apa saja, maka doa itu akan menyucikan perbuatanmu.

Itulah kedahsyatan doa. Tidak heran jika banyak pendosa menjadi orang kudus karena mereka rajin berdoa.

Berdoalah selalu. Berbicaralah selalu dengan Bapa. Katakanlah apa saja dengan Dia. Dan jangan lupa mendengarkan Dia.

Pilih diskon 10% atau GRATIS?

(Lukas 17,11-19)

Kita tentunya senang dan suka diberikan diskon 10% saat kita membeli sesuatu. Orang yang bergerak dalam soal jual menjual tahu bahwa orang suka membeli barang-barang yang diberi diskon termasuk 10% itu. Bahkan kita bersyukur karena bisa mendapatkan barang yang didiskon 10%. Bagaimana dengan barang atau hal-hal yang diberikan secara gratis?

Menarik kita merenungkan angka 10% itu, karena dalam Injil tadi dikatakan hanya satu dari sepuluh orang kusta yang disembuhkan tadi pulang mengucapkan syukur kepada Yesus. Satu dari sepuluh berarti sepersepuluh atau sepuluh persen. Dalam hidup sehari-hari mungkin hanya 10% saja orang yang mudah dan mampu bersyukur. Jika kita melihat diri kita sendiri, mungkin hanya 10% saja, bahkan kurang, dari hidup kita yang kita syukuri.

Apa saja yang kita syukuri dalam hidup kita? Atau kapan kita mudah bersyukur? Jangan sampai hanya pada saat diskon 10% yang berarti kita hanya bersyukur pada saat-saat yang luar biasa atau pada hal-hal yang luar biasa. Kita tentunya bersyukur karena kita berhasil dalam usaha, berhasil dalam studi. Kita bersyukur karena kita sembuh, karena ulang tahun. Kita patut bersyukur atas semuanya itu. Hanya saja mungkin hal-hal tersebut hanya 10% dari hidup kita.

Seperti saya pertanyakan tadi, orang senang dengan diskon 10%, bagaimana dengan barang atau hal-hal yang gratis? Hal-hal yang gratis dalam hidup kita sepertinya hal yang biasa. Jadi kita cendrung melupakannya. Cobalah kita bersyukur karena pagi ini masih ada matahari, kita masih bisa bernafas, kita masih ada waktu untuk ke gereja, kita masih bisa jalan, kita masih bisa melihat dan mendengar, kita masih bisa tersenyum dan masih banyak lagi. Semuanya itu karena kita sudah terbiasa akhirnya kita tidak menyadarinya lagi.

Mungkin sembilan orang kusta yang telah disembuhkan oleh Yesus tadi merasa biasa dengan Yesus yang adalah sama-sama orang Yahudi, jadi mereka jatuh dalam hubungan yang biasa dan tidak menyadarinya lagi sebagai sesuatu yang luar biasa.

Jangan sampai terjadi dengan kita. Mungkin karena kita terlalu biasa dengan keluarga kita, dengan orang tua, dengan anak-anak kita, mungkin kita terlalu biasa dengan tetangga kita, dengan teman-teman kita, mungkin karena kita biasa dengan karyawan kita, sehingga kita lupa bersyukur atas kehadiran dan bantuan mereka. Begitu pula hubungan kita dengan Tuhan, jangan sampai karena sudah terbiasa atas pemberian Tuhan yang gratis, kita lupa mengucapkan syukur.

Seperti rasul Paulus mengatakan bersyukurlah senantiasa atas segala sesuatunya. Mari kita membangun sikap mudah bersyukur atas apa saja, terutama yang biasa-biasa saja, sehingga seluruh hidup kita menjadi ungkapan syukur kepada Tuhan. Semoga. Amin.

Mabuk akhirnya menderita

Lukas 16:19-31

Mereka yang mabuk, entah itu mabuk cinta, mabuk alkohol, mabuk di mobil, pesawat dan kapal laut, pada umumnya tidak memperhatikan apa yang terjadi di sekitarnya, bahkan tidak memperhatikan apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Mereka memusatkan diri pada kesenangan atau kesakitan itu sendiri bagi yang sedang bepergian dengan kendaraan. Kita bisa membayangkan apa yang terjadi bagi seorang pengemudi mobil yang mabuk. Meskipun tertulis besar-besar dibelakang mobil mereka demikian: Pengemudi mobil ini sering mabuk, harap hati-hati, mereka tidak akan sampai berpikir bahwa mengemudi dalam keadaaan mabuk bisa membahayakan orang lain dan dirinya sendiri. Selain itu tidak ada gunanya memberikan nasehat kepada orang mabuk, karena mereka tidak akan mendengarkannya.

Saya kira bacaan Injil hari ini kurang lebih situasinya demikian. Orang kaya tentunya mabuk karena pesta poranya, bahkan setiap hari, sehingga tidak melihat ada orang yang mati kelaparan di depan pintunya. Lazarus itu tidak hanya mati karena kelaparan juga karena penyakit, yang kemungkinan adalah kusta, dan karena kesendirian, tersingkir di luar. Lantas orang kaya itu meninggal dan karena kelalaiannya, ia harus menderita di api nereka. Orang kaya itu menyuruh Abraham mengutus Lazarus untuk pergi mengingatkan keluarganya yang masih hidup di dunia. Tentu saja hal itu tidak mungkin karena seperti yang sudah saya katakan tadi orang mabuk tidak akan mendengar nasehat atau peringatan dari siapa pun, termasuk yang bangkit dari alam maut.

Ada banyak hal dalam hidup kita yang dapat membuat kita mabuk atau dengan kata lain melupakan apa yang terjadi di sekitar kita. Orang bisa mabuk karena harta, uang, sex, kekuasaan, ketenaran, atau narkoba misalnya. Bahkan ritual-ritual agama pun bisa membuat orang lupa, terbius, atau mabuk. Tidak heran, sesudah bulan puasa, kita mendengar orang ditikam. Maka marilah kita melihat apa saja yang bisa membuat mata dan telinga kita tertutup bagi apa yang sedang terjadi di sekitar kita. Jangan sampai kelalaian kita membuat kita harus menderita dalam api nereka.

Kita boleh saja berpesta, mengejar sebuah jabatan, mengharumkan nama, menikmati segala kebaikan yang Tuhan sendiri telah berikan, tetapi jangan sampai kita mabuk, jangan sampai kita lupa daratan, jangan sampai melupakan apa yang terjadi di sekitar kita. Jangan sampai ada orang mati dalam kelaparan, dalam kesendirian, dalam penyakit di sekitar kita karena kelalaian kita. Padahal kita mempunyai banyak hal yang bisa kita berikan. Jangan sampai kita masuk dalam penderitaan yang berkepanjangan atau penderitaan abadi karena kemabukan atau kelalaian kita. Semoga. Amin.

Ko-Rup-$i (Lukas 16,1-13; Amos 8,4-7)

Bendahara yang diceritakan oleh Yesus pada pagi hari ini pasti sudah berurusan dengan KPK. Apa yang dilakukan oleh bendahara itu adalah korupsi. Dan dia melakukan korupsi dua kali. Dia dituduh korupsi dan kemudian menyelamatkan diri dengan korupsi pula. Dan tuannya memuji dia karena ia cerdik, lihai. Dalam masyarakat kita, korupsi menjadi sesuatu yang wajar, normal. Orang tidak malu lagi. Tidak ada lagi rasa bersalah. Saya mulai berpikir, orang tidak lagi takut dengan api neraka, karena setelah sebulan berpuasa, orang membagi-bagi uang. Tentunya ada yang memakai uang korupsi untuk itu. Sepertinya puasa dan sakat menghapus dosa korupsi. Hati dan pikiran menjadi bersih, bebas dari rasa salah dengan puasa sebulan dan dengan sakat yang besar. Yang lebih parah lagi para koruptor kita saling melindungi. Mereka mudah saja mengorbankan orang lain, untuk menjauhkan diri mereka dari buli, dari penjara. Apa yang diceritakan Yesus 20 abad yang lalu, masih terjadi hingga hari ini.

Demi masa depan yang aman, sejahterah, terjamin, orang melakukan apa saja termasuk melakukan korupsi. Masa depan yang dipikirkan itu hanyalah bagian kecil dari masa depan kita yang sesungguhnya yaitu hidup abadi. Sebelum melakukan korupsi, memanipulasi pajak yang merugikan negara, jangan hanya memikirkan masa depan yang pendek itu, tetapi pikirkan pula masa depan kita yang sebenarnya yaitu kehidupan kekal. Mengapa? Seperti yang kita dengarkan dalam bacaan pertama tadi bahwa Tuhan tidak akan melupakan segala perbuatan yang tidak adil dan yang tidak jujur.

Bagaimana kita memikirkan masa depan kita yang sesungguhnya itu? Memperoleh kekayaan atau menghasilkan uang dengan cara yang adil dan benar serta mempergunakannya untuk hal-hal yang mulia, yang menolong sesama, yang bermanfaat untuk kepentingan bersama.

Untuk menjadi orang Kristen yang baik, kita perlu menjadi warga negara yang baik, tidak terlibat dalam korupsi yang merugikan negara dan kepentingan bersama. Semoga nama-nama orang Kristen semakin berkurang dalam daftar hitam KPK. Amin. Semoga.

Kerahiman Tuhan (Lukas bab 15)

Perumpamaan-perumpamaan yang terdapat dalam Lukas bab 15, semuanya tentang kerahiman Tuhan. Hidup kita akan berubah dan dengan demikian dunia kita pun akan berubah sekiranya kerahiman Tuhan itu kita hayati dan nyata dalam hidup kita sehari-hari. Hidup kita akan seperti akhir dari setiap perumpamaan itu yaitu berpesta yang artinya penuh dengan suka cita, dengan kegembiraan, Kita tidak akan selalu dirundung oleh rasa salah, rasa tak pantas dihadapan Tuhan, tetapi rasa syukur karena kerahiman Tuhan.

Kerahiman Tuhan itu gratis, tidak bersyarat. Kerahiman Tuhan itu dapat digambarkan dalam hubungannya antara anak dan orang tua. Meskipun bagaimana nakalnya seorang anak, orang tua tidak akan meninggalkannya, menolaknya atau membencinya. Orang tua malah berusaha untuk membantu anak itu keluar dari masalahnya, melindunginya dari masalah yang lebih berat. Dan orang tua akan melakukan apa saja untuk anaknya supaya ia tetap aman dan merasa dicintai.

Ketika kita menghayati kerahiman Tuhan itu, kita tidak akan mudah menghakimi dan menolak orang-orang yang kita kategorikan tidak bermoral dan tidak beragama.

Ketika kita menghayati kerahiman Tuhan itu, kita akan mudah mengampuni orang lain.

Kerahiman Tuhan itu membuat orang tidak terlalu peduli sama urusan moral dan agama. Ia melampaui apa yang digariskan oleh peraturan-peraturan agama bahkan moral masyarakat, terlebih adat istiadat. Mereka akan makan dan minum pada bulan puasa. Mereka mungkin sedikit berdoa. Mereka mungkin bahan gosip yang murah dan enak karena hidup mereka yang tidak bermoral menurut pandangan agama dan masyarakat. Mereka akan makan dan minum apa yang diharamkan oleh agama. Mereka tidak pusing dengan soal haram dan halal, soal najis dan tidak najis. Mereka tahu Tuhan tidak terlalu mempersoalkan hal-hal itu. Yang Tuhan inginkan adalah engkau bahagia, hatimu gembira, dan hidupmu nikmat.

Jika kita menghayati kerahiman Tuhan, hidup kita akan santai, ringan, penuh dengan kebebasan dan kegembiraan. Amin.

Membenci (Luk 14,25-33)

"Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapaknya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu" (Luk 14,26).

Bahasa Semetik (misalnya Ibrani dan Arab) tidak mengenal perbandingan. Untuk mengatakan "Saya lebih mencintai si A dari pada si Z" akan diungkapkan demikian "Saya mencintai si A dan membenci si Z." Padahal yang dimaksudkan adalah "Saya mencintai si A dan si Z, meskipun saya memberikan perhatian yang lebih kepada si A."

Kata "membenci" berarti pula "meninggalkan, memutuskan, melupakan." Orang harus membenci dosanya, berarti orang harus meninggalkan dosanya.

Tantangan untuk mengikut Yesus amat tergantung pada situasi dan zaman. Ketika Yesus hendak ke Yerusalem, salib sudah menunggu Dia di sana. Jadi mereka yang hendak mengikutinya ke Yerusalem harus siap mati pula: membenci nyawanya. Kini Yesus sudah dimuliakan. Jadi kita murid-murid Yesus saat ini harus membenci segala hal yang menghalangi kita (misalnya dosa, kejahatan, ketidakadilan, ketidakpedulian, kebiasaan buruk, kelalaian) untuk masuk dalam kemuliaanNya.

Tapi jangan kita takut dan berkecil hati, karena Tuhan tetap setia ketika kita lari dari tantangan atau masuk ke dalam hal-hal yang menghalangi itu, asalkan kita selalu ada keinginan bertobat.

Semoga. Tuhan memberkati.