Mau ke mana ketika meninggal?


Merindukan Surga
Memasuki Pekan Suci, saya ingin menulis apa yang sering menjadi permenungan tentang hal-hal terakhir yang menunggu manusia: kematian, penghakiman, surga dan neraka. Kematian sepertinya jelas. Setiap orang akan meninggal. Suka atau tidak. Setuju atau tidak. Kita akan meninggal. Tetapi apakah yang terjadi sesudah kematian? Ini yang menjadi perdebatan. Tentunya kita bisa mengatakan sesuatu sebagai pengamat dari luar tentang apa yang dialami oleh mereka yang sudah mendahului kita. Tubuh mereka akan hancur. Berangkat dari pengamatan seperti ini, tidak sedikit orang berpikir bahwa hidup ini hanya sekali saja dan kematian adalah akhir dari segala-galanya. Sesudah kematian, tidak ada apa-apa lagi selain debu yang tersisa. Cara berpikir seperti ini tidak selalu datang dari mereka yang tidak percaya pada Tuhan. Orang-orang beragama pun tergoda berpikir demikian. Namun jika ada orang beragama yang berpikir seperti itu ada dua kemungkinan yang dimaksudkan. Pertama, orang tersebut tidak memikirkan agama dengan serius. Ia hanya beragama karena tuntutan masyarakat. Kedua, orang tersebut bergumul dengan pertanyaan seputar kematian. Ia mempertanyakan makna hidupnya. Jawaban yang ia temukan akan membuatnya serius tentang agama atau menjadikannya orang tidak beriman.
Kembali ke pemikiran bahwa kematian adalah akhir dari hidup ini, atau tidak ada apa-apa sesudah kematian bagi yang meninggal. Tentunya kita yang hidup melihat bahwa ketika seseorang meninggal, masih ada yang berlanjut yaitu tubuhnya menjadi debu, warisan genetik dalam anak cucunya, buah karyanya bisa dilihat bahkan diabadikan. Jadi masih ada yang tersisa tentang dia yang meninggal. Tetapi ini menurut kita yang melihat dari luar. Bagaimana dengan yang meninggal itu sendiri. Jika kita meninggal apakah kita merasakan apa yang kita lihat ketika orang lain meninggal. Apakah meninggal itu sungguh tidur yang panjang? Tidak ada apa-apa lagi.
Setiap agama menawarkan jawaban. Jawaban mereka pun berbeda satu sama lain. Ada yang mengatakan bahwa sesudah kematian ada reinkarnasi. Kesadaran (bukan roh atau jiwa) dari orang yang meninggal akan lahir kembali. Jika hidupnya buruk sebelum meninggal, kemungkinan akan lahir sebagai kecoak. Jika hidup sebelumnya baik, hidup kemudian akan menjadi lebih baik, dan akhirnya akan keluar dari penderitaan. Tetapi akhir dari reinkarnasi ini adalah ketiadaan.
Ada juga yang menawarkan adanya surga dan neraka. Tetapi gambaran tentang surga dan neraka berbeda dari agama ini dan itu. Ada yang menawarkan surga dan neraka yang amat lahiria. Laki-laki yang terbunuh demi agama akan mendapatkan perawan. Demikian juga dengan neraka yang digambarkan dengan jelas yang penuh dengan siksaan seturut dengan perbuatan kita di dunia ini. Misalnya orang terpotong tangannya tiada hentinya karena mencuri. Bagaimana dengan yang berbuat cabul?
Lantas bagaimanakah iman Katolik? Ungkapan yang tepat menggambarkan tentang apa yang kita alami sesudah kematian adalah “hidup bersatu dengan Tuhan.” Dengan demikian surga berarti bersatu dengan Tuhan, sedangkan neraka berarti terpisah dari Tuhan. Sungguh kenyataan rohania.
Mereka yang percaya bahwa surga dan neraka tidak ada tentunya sudah memilih terputusnya hubungan dengan Tuhan. Mungkin mereka menolak neraka yang penuh siksaan anggota tubuh, tetapi mereka memilih neraka di mana hubungan dengan Tuhan terputus. Mereka yang percaya reinkarnasi, akhirnya sampai pada ketiadaan, tentunya telah memilih di mana kembali berhubungan dengan Tuhan tidak mempunyai tempat. Mereka yang percaya pada surga dan neraka yang lahiriah, tentunya kecewa dan akhirnya menjauh juga dari Tuhan.
Mungkin kita belum bahkan tidak pernah selama persiarahan kita di dunia mendapatkan gambaran yang jelas tentang surga dan neraka, tentang bagaimana itu rasanya bersatu dengan Tuhan atau terpisah dari Tuhan. Tetapi dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai orang beriman Katolik, kita sudah samar-samar mengalami apa yang menunggu kita di akhir persiarahan kita di dunia ini. Apakah yang membuat hubungan kita dengan Tuhan terputus? Dosa. Apa yang kita alami ketika kita larut dalam dosa? Bandingkan dengan apa yang kita alami ketika kita mendapatkan absolusi dari imam di kamar pengakuan? Apa yang membuat hubungan kita dengan Tuhan terjalin? Tuhan sendiri. Apa yang kita alami ketika kita menyambut Tubuh Kristus? Bandingkan saat tidak bisa hadir dalam Perayaan Ekaristi.
Jika kita merindukan surga, jika kita percaya akan janji Tuhan, jika kita mengimani apa yang Tuhan sendiri katakan tentang penghakiman terakhir, surga dan neraka, kita akan menjalani hidup kita di dunia ini berbeda sekali. Kita akan bergantung pada kerahiman Tuhan, pada belas kasih Tuhan. Tidakkah kita melihat bagaimana penganut agama lain berusaha keluar dari karma yang mereka percaya? Tidakkah kita melihat bagaimana penganut agama lain berusaha membersihkan diri dari yang haram dan najis? Tidakkah kita melihat bagaimana mereka yang tidak percaya lari dari kenikmatan yang satu ke kenikmatan yang lain?
Tetapi ada yang melontarkan keberatan misalnya jalan ke surga itu membosankan, tidak ada kesenangan sama sekali, banyak aturan. Atau ada yang menyerang iman Katolik misalnya percaya pada tiga tuhan, menyembah patung. Mungkin kita belum mempunyai kata-kata yang tepat menjawab semua keberatan dan serangan yang ada, mungkin banyak hal yang belum kita mengerti, tetapi jika kita yakin bahwa keselamatan hanya dalam Gereja Katolik, kita tidak akan goyah. Setan di taman Eden sungguh cerdik dan pintar. Dia bersama pengikutnya tidak kehilangan akal untuk mencari penghuni neraka. Tetapi satu kita yakin: Orang Katolik sudah berada pada jalan yang benar. Kita tinggal berjalan ke mana Bapa menunggu kita. Selama perjalanan mungkin kita jatuh bangun, tetapi tidak usah kuatir. Tuhan telah menyediakan sakramen-sakramen lewat Gereja-Nya untuk itu. Selamat memasuki Pekan Suci.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.