Pengantar: sudah lama saya ingin menulis tentang para ibu yang tinggal di
rumah menghidupi, merawat dan mengasuh keluarganya. Kita perlu berpikir bahwa
para ibu yang "hanya" menjadi ibu rumah tangga sungguh panggilan yang
mulia dan perlu dipertimbangkan. Mari kita membaca pengalaman dari Ibu Lia
Krisna (Batam) satu dari banyak ibu yang memutuskan untuk "hanya"
menjadi ibu rumah tangga.
Melalui pernikahan kudus..aku telah dihantar menjadi
seorang ibu. Namun wanita jaman sekarang dihadapkan pada pilihan...apakah
"hanya" menjadi ibu rumah tangga atau juga sebagai wanita karier atau
wanita pekerja? Awalnya memang aku
mempunyai cita2 bahwa aku ingin mengurus anak2ku sendiri dengan segenap
kekuatanku...tidak kuserahkan pada pengasuh atau di tempat penitipan. Tetapi
ketika aku menyadari bahwa aku hidup di Batam... dimana biaya hidup sangat
tinggi...aku ragu2. Tuhan, apakah kami bisa hidup kalau hanya suamiku yang
bekerja? Hadirnya seorang anak tentunya kebutuhan hidup akan meningkat.
Namun saat itu, akhirnya aku pun memutuskan bahwa aku
akan tetap mengasuh anak2ku dengan tanganku sendiri dengan berbagai macam
pertimbangan. Bila dihitung biaya yg dikeluarkan antara aku bekerja dan tidak
bekerja...pertimbangan gaji yg aku terima saat itu...pertimbangan gaji pembantu
atau baby sitter, pertimbangan jumlah kebutuhan hidup jika kami memiliki
pembantu seperti kebutuhan makan misalnya, nampaknya sangat tidak sebanding
dengan kehilangan waktu untuk melihat "keajaiban2" yang akan dibuat
anakku. Kapan mereka pertama kali akan bisa tengkurap sendiri, kapan mereka
pertama kali bisa duduk sendiri, kapan pertama kali mereka bisa berdiri dengan
kakinya sendiri, kapan pertama kali dia akan memanggilku 'mami', kapan pertama
kali anakku bisa berjalan, kapan pertama kali... aku ingin menjadi saksi dari
semua itu, dan ketika anakku bertanya suatu saat nanti aku akan dapat
menceritakan semua hal ajaib itu sebagai pengalamanku...bukan "kata
pembantuku" atau "kata orang di tempat penitipan".
Banyak yg menyayangkan keputusanku untuk tidak menjadi
wanita karier...krn mereka melihat aku sebagai wanita yg aktif, suka
berkegiatan, suka bergaul, pendidikan S1 dan orang tuaku dengan peluh dan
keringat bekerja keras untuk membiayai sekolahku. Ada juga yg beranggapan bahwa
profesi sebagai ibu rumah tangga itu sama sekali tidak bergengsi..kok seperti
suami ga bisa membayar pembantu aja sampai2 kita sendiri mengurus anak dan
rumah tangga.
Ada yang beranggapan bahwa aku sudah sangat mapan dengan
"keuangan" suamiku sehingga aku bisa leha2 nyantai di rumah menikmati
kerja keras suamiku..."Kamu sih enak Lia ga perlu kerja tp suamimu sudah
bisa mencukupi semua kebutuhanmu"...hohohohoho... itu salah besar. aku
tidak perlu menceritakan bagaimana kondisi keuangan kami, tapi 1 hal bahwa
kebutuhan dan keinginan itu beda tipis aja..berapapun uang kita, jika kita
tidak bisa mengerem keinginan kita, tidak akan pernah ada kata 'cukup'. Ini
pendapat pribadiku. Tapi bukan berarti juga bahwa aku sangat pandai mengatur
keuangan keluarga, krn kenyataannya mmg harus mengikat pinggang kencang supaya
semua dapat berjalan baik.
Menjadi wanita karier bukan hal yg buruk atau hal yg
kurang baik...karena masing2 pribadi berhak menentukan pilihan dan prioritas
dalam hidupnya. Setiap orang memiliki kondisi yang berbeda sehingga alasan yang
sama tidak serta merta dapat diterapkan bagi orang lain.Menjadi wanita bekerja
itu juga sangat sibuk, selain bekerja di luar, diapun juga harus bekerja di
rumah. Akan sangat repot lagi kalau tidak punya asisten rumah tangga, dan anak
harus dititipkan, setelah pulang bekerja lalu bekerja di rumah. Apa aku
tidak ingin bekerja????? Ooooh sangat ingin. Aku ingin sekali bisa memanfaatkan
ilmu yg sudah aku pelajari bertahun2, aku ingin sekali bertemu dengan banyak
orang, aku ingin bisa berpenghasilan sendiri, aku ingin bisa berkata "ini
uang dari keringatku sendiri", aku ingin bisa keluar rumah setiap hari dan
bertemu dengan orang2 di luar sana, aku ingin anakku bangga memiliki ibu yang
kariernya bagus. Menjadi "hanya" ibu rumah tangga itu membosankan,
kegiatannya itu2 saja, keluar juga ke pasar, supermarket, ke mall. Orang2 yg
dijumpai juga itu2 saja. Bangun paling pagi dan tidur larut. Menjaga anak2 juga
seperti memendam luapan emosi setiap saat, menelan ludah dan menghela nafas
panjang, mengontrol tangan dan juga mulut supaya tidak ikut emosi, kadang juga
menangis sendiri karena ketidak berdayaanku, jengkel pd diri sendiri ketika
kita tidak bisa menahan amarah.
Namun..semua pilihan itu ada konsekuensinya.Dan untuk
saat ini, "hanya" menjadi ibu rumah tanngga menjadi pilihanku.
Mengawasi anak2 setiap hari, mendengar canda, tawa, dan tangis mereka setiap
saat, bermain bersama mereka, membantu anak mengerjakan PR, menjadi orang
pertama yg melihat segala kemajuan mereka, menjadi nama yang paling sering
mereka sebut, menjadi orang yang paling mereka cari, menjadi orang yg akan
menyambut mereka ketika pulang sekolah, menjadi orang yang paling sering mereka
peluk dan cium, menjadi orang yang dapat mereka andalkan,... itu luar biasa.
Ada yg berpendapat "kalau kamu merawat anak2 sendiri, anak2mu tidak akan
mandiri, dan mereka akan terus lengket sama kamu, susah bergaul, susah
beradaptasi dengan orang baru".... Apakah benar seperti itu? Menurutku
semua itu kembali lagi pada pola pendidikan kita sebagai orang tua, pembawaan
pribadi anak itu sendiri dan juga lingkungan pergaulannya. Karena aku pun juga
anak perempuan satu2nya dan aku diasuh sendiri oleh mamiku... dan kukira aku
bukan pribadi yg seperti itu. Anak2ku masih kecil dan mereka tidak akan pernah
kecil lagi. Sebentar lagi mereka tumbuh besar dan akan sibuk dengan dunianya,
teman2nya, sekolahnya sepanjang hari, tugas2nya, belum lagi nanti mereka
sekolah di luar kota. Aku ingin menikmati saat2 indah ini, dimana mereka bisa
kupeluk setiap saat, kucium, kugendong, kubacakan cerita, dan hal2 indah
lainnya.
Menjadi ibu rumah tangga itu ... mau terpaksa atau merasa
terpanggil..tergantung dari sudut pandang kita saja..dan bagaimana kita
menjalankan tugas2 kita (menurutku). Suatu saat pun aku ingin bisa lebih
berguna ketika anak2 sudah lebih mandiri. Walau bukan menjadi wanita
kantoran... pasti akan ada masanya aku juga bisa berkarier.