Merelakan Segalanya Demi Tuhan
Seorang rahib mengatakan:
Saya bebas memilih Tuhan,
selebihnya adalah ketaatan.
Perkataaan seperti ini semakin menantang saya untuk memikirkan lebih
mendalam panggilan saya sebagai imam biarawan. Ada banyak hal yang saya sukai,
yang saya inginkan, perlu saya relakan demi Tuhan. Merelakan segala-galanya
bukan sekedar mengosongkan diri tetapi supaya dalam hidup saya semakin ada
tempat bagi. Menjadi biarawan sekaligus imam tidak lain tidak bukan hidup demi
Tuhan.
Menjadi pendoa adalah ungkapan nyata dari hidup demi Tuhan. Seorang imam dan
biarawan diharapkan menjadi pendoa. Hidup selibat, miskin dan taat sungguh
membantu seseorang untuk menjadi pendoa. Saya masih jatuh bangun merelakan segala-galanya
demi Tuhan. Sejauh ini cara yang terbaik untuk mampu merelakan sesuatu adalah
setia dalam hidup doa. Sebagai imam, saya berusaha setia melakukan Ibadat
Harian yang diwajibkan oleh Gereja dan merayakan/ikut Kurban Misa setiap hari.
Untuk dapat merayakan
Ekaristi dan komuni, saya perlu bebas dari dosa berat. Mulailah kelihatan satu
persatu hal-hal yang perlu ditinggalkan. Maju mundur. Saya perlu menahan diri
dari percakapan atau cerita cabul. Saya perlu waspada terhadap film-film erotik
dan menghindarinya. Saya perlu mengontrol hawa nafsu dan pikiran cabul yang
muncul. Sulit karena di mana-mana sex dipublikasi. Kita bisa mengatakan “jangan
dilihat” atau “pikiranmu yang cabul”. Kalau saya mengeluh tentang polusi udara,
mungkin saya akan dinasehati untuk “tidak bernafas.” Kesulitan-kesulitan
seperti ini tidak menjadi alasan untuk tidak meninggalkan pikiran-pikiran dan
keinginan cabul. Kesulitan yang kita hadapi tidak bisa dipakai untuk
membenarkan diri, untuk tinggal dalam dosa. Selain berusaha mengontrol diri,
hawa nafsu, saya perlu mengaku dosa secara teratur. Minimal sekali sebulan.
Saya tidak mampu bergulat sendiri. Belaskasih Tuhan, kerahiman Tuhan,
pengampunan dari Tuhan menguatkan saya untuk tetap setia dalam panggilan saya.
Akhirnya, saya melihat bahwa semakin setia dalam hidup doa, semakin kuat
alasan untuk meninggalkan segala-galanya demi Tuhan. Saya berharap pada hari
kematianku dengan senang hati berdoa seperti Simeon:
Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu pergi menurut sabda-Mu,
Karena aku telah melihat keselamatan dari pada-Mu,
yang Engkau telah siapkan di hadapan segala bangsa.
(cfr Lukas 2,29-32).
Doa ini adalah bagian dari Doa Malam
(completorium) yang tentunya selalu saya doakan setiap malam.
Demi Tuhan, yang lainnya relatif.