Tuhan memberikan Diri-Nya sendiri
“Katolik adalah agama sakramental, dan praktek Katolik didasarkan pada
prinsip sakramental. Yang saya maksudkan dengan prinsip sakramental adalah bahwa Allah menggunakan benda-benda biasa seperti air, minyak, roti, dan
anggur sebagai sarana untuk mengkomunikasi diri-Nya
kepada kita. Komunikasi ini bukan terutama secara intelektual atau dengan kata-kata, melainkan dengan memberi, dalam kasih, dirinya sendiri, yaitu, Allah, kepada yang lain, yaitu, kepada umat-Nya. Maka dari itu dalam sakramen, kita berhadapan, tidak semata-mata dengan penyampaian pesan melalui kata-kata, tetapi dengan kasih Allah yang memberikan diri-Nya kepada kita, dan Ia memberikan diri-Nya kepada kita supaya kita dapat menjadi lebih seperti Dia. Kristus datang untuk ambil bagian dalam kemanusiaan kita sehingga setiap orang bisa mengambil bagian dalam keilahian-Nya.”
[Catholicism is a sacramental
religion, and the practice of Catholicism is based on the sacramental
principle. By the sacramental principle, I mean the Catholic teaching that God
uses ordinary material things such as water, oil, bread, and wine as a means for
communicating himself to us. This communicating is not primarily intellectual
or verbal; rather, it is a giving, in love, by one person of himself, that is,
God, to other persons, that is, to his people. In the sacraments, then, we are
dealing, not merely with the speaking of a message through words, but with the
God of love giving himself to us, and he gives himself to us so that we can
become more like him. Christ came to share in our humanity so that every one of
us could become partakers of his divinity. (J. Robinson, The Mass and Modernity, p. 93.)]
Kemarin sore (30 Agustus 2013) dalam Misa, tiba-tiba saya mengerti
perkataan ini (kalimat yang diwarnai kuning di atas): Tuhan menggunakan anggur
dan roti untuk menyatakan diri-Nya sendiri kepada manusia. Itu berarti bahwa Tubuh
dan Darah Kristus dalam rupa roti dan anggur adalah cara Tuhan menyelamatkan
kita. Ketika kita menyantap Tubuh dan Darah Kristus, kita diselamatkan. Kita
bisa merenungkan lebih dalam bahwa keselamatan itu adalah sungguh pemberian
dari Tuhan. Keselamatan itu nyata, bukan hanya ide atau angan-angan di kepala
atau pikiran. Tetapi sesuatu yang kita sudah dapat cicipi sekarang di dunia ini
dan tentunya akan disempurnakan di dunia akhirat. Seperti pemazmur mengatakan: “Kecaplah
dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu!” (Mz 34:8).
Dalam Gereja Katolik ada dua sakramen yang kita terima berulang kali untuk
merasakan dan mengalami keselamatan dari Tuhan. Kedua sakrament itu adalah
Ekaristi dan Pengakuan Dosa. Apakah yang menunggu kita di dunia akhirat?
Bukankah Perjamuan Anak Domba Allah? Bukankah Kerahiman Tuhan? Keduanya sudah
kita cicipi di dunia ini dalam sakramen Ekaristi dan Pengakuan Dosa. Alkitab berulang
kali menerangkan keselamatan itu terwujud dalam pengampunan dosa dan perjamuan.
Kita ingat perumpamaan tentang anak yang hilang (Luk 15:11-32), cerita tentang Zakheus
(Luk 19:1-10), cerita tentang Yesus diurapi oleh perempuan berdosa (Luk 7:36-50).
Dalam perikop-perikop ini pengampunan dosa dan perjamuan terjadi bersamaan.
Tentunya dalam bagian lain dari Alkitab kita masih bisa menemukan perjamuan dan
pengampunan yang merupakan wujud nyata dari keselamatan.
Keselamatan itu diberikan bukan
diusahakan, diucapkan, dipikirkan. Yesus bersabda: “Barangsiapa makan daging-Ku
dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan
dia pada akhir zaman” (Yoh 6:54). Tuhan memberikan diri-Nya untuk kita makan
dan minum supaya kita selamat. “Dan ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang
makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu
memberikannya kepada mereka dan berkata: ‘Ambillah, inilah tubuh-Ku.’ Sesudah
itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka, dan
mereka semuanya minum dari cawan itu. Dan Ia berkata kepada mereka: ‘Inilah
darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang” (Mrk 14:22-24).
Kalau Tuhan sudah menyediakan dan memberikan keselamatan dengan mudah, mengapa
kita menyusahkan diri dengan berusaha menyelamatkan diri sendiri? Mengapa kita
membuang tenaga dan waktu untuk meyakinkan diri dan berpikir bahwa Tuhan sudah
mengampuni kita? Sambutlah Tubuh Kristus dan terimalah Sakramen Pengampunan
sesering mungkin. Ini cara Tuhan memberikan keselamatan kepada manusia. Tetapi
banyak yang menolak dan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Kadang kala kita menipu diri dengan mengatakan bahwa banyak melakukan
perbuatan baik adalah cukup dan Tuhan tentunya akan mempertimbangkan akan hal
itu. Memang Tuhan akan mempertimbangkan perbuatan baik kita pada hari
penghakiman (Mat 25:31-46), tetapi sejauh mana kita yakin bahwa kita selalu
setia melakukan yang baik? Memang perbuatan baik bisa menghapus dosa (Sir 3:30,
Tob 4:10), tetapi sejauh mana kita yakin bahwa kebaikan yang kita lakukan bisa
menutupi semua dosa kita? Lebih baik kita bergantung pada kerahiman Tuhan dari
pada keadilan manusia. Kita bergantung pada keadilan manusia ketika kita
berusaha berbuat baik untuk mengimbangi dosa-dosa kita. Tetapi jika kita datang
kepada Tuhan seperti orang yang memohon dibebaskan dari utang yang banyak, saat
itu kita bergantung pada kerahiman Tuhan.
Lantas mungkin kita berpikir kalau begitu cukup kita rajin pergi misa dan
mengaku dosa. Ini juga menipu diri. Orang-orang yang mengatakan seperti ini
adalah mereka yang jarang pergi gereja dan tidak berani pergi mengaku dosa. Mereka
yang rajin komuni dan mengaku dosa adalah juga mereka yang rajin berbuat
kebaikan. Semakin banyak kita menerima kebaikan Tuhan (Sakrament Ekaristi) dan
semakin kita menerima kerahiman Tuhan (Sakramen Tobat), kita akan semakin penuh
dengan suka cita untuk berbuat kebaikan. Kita ingat cerita tentang Zakheus dan
perempuan berdosa yang mengurapi Yesus. Mereka melakukan kebaikan dengan sukacita
karena kerahiman Tuhan yang mereka terima saat itu bukan yang akan mereka
terima.
Dan yang terakhir: jika demikian, kita berbuat dosa sebanyak-banyaknya dan
seberat-beratnya karena Tuhan akan mengampuni kita dalam Sakramen Tobat.
Jawaban saya: silahkan, tetapi ingat: Tuhan menjemput kita seperti pencuri. Banyak
yang meninggal saat mereka melakukan dosa dan kejahatan. Tuhan dalam Alkitab
mengatakan kepada kita untuk selalu berjaga-jaga. Sedapat mungkin kita
meninggal dalam keadaan berahmat, dalam kerahiman Tuhan. Ketika kita sakit
keras atau dalam bahaya maut mengapa kita tidak memanggil pastor untuk mengaku
dosa dan menerima komuni?
Kembali kepada Tubuh dan Darah Kristus. Banyak dari antara kita yang tidak
hormat kepada Tubuh Kristus saat menerima komuni. Tuhan sendirilah yang kita
terima. Jika kita tidak percaya itu, lebih jangan kita pergi komuni. Gereja
melarang kita menerima komuni jika kita dalam keadaan berdosa berat. Kita harus
mengakukan dosa berat kita sebelum komuni. Dalam tradisi Gereja, sikap yang
wajar saat menyambut komuni adalah berlutut dan komuni diberikan di lidah. Mengapa
tidak memakai pakaian yang terbaik saat pergi Misa? Hal-hal kecil seperti ini
membantu kita percaya dan mengalami secara nyata keselamatan yang diberikan
Tuhan yaitu Tubuh-Nya sendiri.